Sabtu, 12 Desember 2015

Kegiatan Budaya sebagai Alat Interaksi, Komunikasi dan Inklusi



Kegiatan Budaya sebagai Alat Interaksi,
Komunikasi dan Inklusi
Miriam Donath Skjørten
Pendahuluan
Dalam artikel ini penekanan khusus akan diberikan pada potensi kegiatan budaya sebagai
alat penting dalam pendidikan serta alat untuk menjamin kualitas hidup yang lebih baik
bagi anak dan orang dewasa dalam masyarakat secara keseluruhan. Secara khusus saya
akan memfokuskan pada pentingnya kegiatan budaya untuk meningkatkan interaksi dan
komunikasi dan karenanya juga meningkatkan pertumbuhan sosial dan emosional di
dalam seting pendidikan inklusif yang formal maupun nonformal serta seting lainnya
yang relevan. Seting inklusif mencakup semua anggota masyarakat tanpa memandang
usia, fungsi indera, fisik atau kognitif, latar belakang budaya dan pengalaman. Dengan
kata lain, kita membicarakan tentang keragaman alami dalam suatu masyarakat.
Dalam artikel ini konsep Kegiatan Budaya hanya meliputi kegiatan yang berkaitan dengan
tari, musik, drama, seni rupa dan kerajinan (termasuk seni lukis dan seni pahat) dan
bercerita. Kegiatan ini mencakup sejumlah besar pengalaman, termasuk warisan budaya
yang relevan pada satu sisi, dan eksperimentasi dan kreasi anak dan orang dewasa sendiri
sebagai hasil dari kreatifitasnya sendiri pada sisi lain.
Warisan budaya meliputi reproduksi lagu, tarian, cerita, pola grafik tradisional dll. Ini juga
mencakup gaya atau cara bernyanyi, menari dll., yang telah diturunkan dari generasi ke
generasi. Kegiatan budaya, di samping warisan budaya, meliputi improvisasi lelucon yang
diciptakan secara spontan serta produksi baru yang lambat laun menjadi terstruktur
sehingga akan dengan mudah diulang dan diwariskan kepada orang lain. Kita juga akan
menemukan banyak contoh di mana improvisasi dan unsur-unsur yang sudah terstruktur
dikombinasikan. Music jazz merupakan contoh yang baik untuk ini.
Kegiatan budaya berimplikasi aktivitas dan partisipasi di satu pihak, dan partisipasi aktif
sebagai pemirsa, penonton dan pendengar di pihak lain. Keduanya memberikan
pengayaan kepada pesertanya.
Keragaman dan pengayaan
Di masa lalu, kita telah mengembangkan masyarakat artifisial melalui penyeleksian,
pengelompokkan dan pemisahan orang-orang dari lingkungan sosial, budaya dan fisik
alaminya. Kini kita menyadari bahwa dengan melakukan hal tersebut masyarakat kita
telah kehilangan beberapa dimensi penting dan kita mencoba untuk menemukan cara
menyadarkan masyarakat bahwa keragaman – semua keragaman – akan dipandang
“normal” dan memperkaya semua yang terlibat di dalamnya. Suatu masyarakat yang
“normal” akan mencakup anggota-anggota dengan kebutuhan, minat, bakat dan
pendapat yang berbeda-beda. Masyarakat sSeperti ini akan memberikan penghargaan,
kondisi dan pertimbangan yang diperlukan untuk semua anggotanya, memberi mereka
kesempatan untuk mengalami kesetaraan dan rasa harga diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar