Rabu, 09 Desember 2015

ANAK DENGAN GANGGUAN EMOSI DAN SOSIAL






1.    Hambatan Emosi dan Sosial pada Anak
Dalam literatur asing banyak istilah yang mengupas tentang pendidikan dan psikoterapi bagi anak yang mengalami gangguan emosi dan sosial, banyak ditemukan istilah dengan makna yang sama dengan istilah anak dengan hambatan emosi dan sosial, seperti: serious emotional disturbance children, emotional conflict children, behavior disorder children, social and emotional children dan lainnya.
Istilah-istilah tersebut pada dasarnya sama, yaitu menunjuk kepada anak yang mengalami penyimpangan perilaku pada tafar berat, sedang, ringan yang disebabkan oleh gangguan emosi, sosial atau keduanya (Setiawan, A, 2009:1). Atau juga disebut dengan anak dengan hambatan emosi dan sosial.
Kauffman (Sunardi, 1995:9) mendefinisikan anak anak dengan hambatan emosi dan sosial sebagai anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang secara sosial tidak dapat diterima atau secara pribadi tidak menyenangkan, tapi masih bisa diajar untuk bersikap yang secar sosial dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan.  
Istilah anak dengan hambatan emosi dan sosial diartikan sebagai gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaiakan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (PP RI No. 2/91 Sistem pendidikan Luar Biasa). Lebih lanjut, gangguan perilaku merupakan deviation from age appropriate behavior which significantly interfers with (1) the child’s own growth and development and/or (2) the lives of other. (Kirk, 1972: 389).
Menurut Algozzine, Schmidt, dan Merceri dala (Airin, 2010: 11) adalah:
   Anak yang secara kondisi dan terus menerus menunjukkan penyimpangan tingkah laku berat yang mempengaruhi proses belajar, meskipun telah menerima layanan belajar dan bilbingan seperti halnya anak lain. Ketidakmampuannya dalam menjalin hubungan baik dengan orang lain dan gangguan belajarnya tidak disebabkan oleh kelainan fisik, saraf atau integensi.
Dari banyak pendapat menurut para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa anak tuna laras adalah anak yang mengalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal ini akan mengganggu situasi belajarnya.

2.    Klasifikasi Hambatan Emosi dan Sosial pada Anak
Berdasarkan penelitian Quay dan Peterson, Hallahan dan Kauffman dalam (Airin, 2010: 12) membagi anak anak dengan hambatan emosi dan sosial sebagai berikut:
1.    Sosialized Aggresion
Memiliki kelompok kriminal negatif yang solid
2.    Attention problem Maturity/Inadequacy
Tidak dapat berkonsentrasi, mudah menjawab tanpa berpikir
3.    Anxiety Withdrawn
Kesadaran diri, pemalu, hipersensitif, mudah sakit hati, sering sedih, cemas, depresi
4.    Psychotic Behavior
Sulit untuk fokus, cara berbicara yang tidak tertatur, memperlihatkan tingkah laku yang ganjil
5.    Conduct Disorder/Unsosialized Aggression
Tidak dapat mengendalikan diri, mencari perhatian, selalu ingin diperhatikan, mengganggu orang lain, senang berkelahi, tidak kooperatif, tidak patuh
6.    Motor Excess
Gelisah, tidak dapat diam, Talkactive

           Sementara dikemukakan oleh Quay, 1979 dalam Samuel A. Kirk and James J. Gallagher (1986) yang dialih bahasakan oleh Moh. Amin, dkk (1991):51) adalah sebagai berikut:  
           Anak yang mengalami gangguan perilaku yang kacau (conduct disorder) mengacu pada tipe anak yang melawan kekuasaan, seperti bermusuhan dengan polisi dan guru, kejam, jahat, suka menyerang, hiperaktif.           
Anak yang cemas-menarik diri (anxious-withdraw) adalah anak yang pemalu, takut-takut, suka menyendiri, peka, dan penurut. Mereka tertekan batinnya.
          Dimensi ketidakmatangan (immaturity) mengacu kepada anak yang tidak ada perhatian, lambat, tidak berminat sekolah, pemalas, suka melamun dan pendiam. Mereka mirip seperti anak autistic.          
         Anak agresi sosialisasi (socialized-aggressive) mempunyai cirri atau masalah perilaku yang sama dengan gangguan perilaku yang bersosialisasi dengan “gang: tertentu. Anak tipe ini termasuk dalam perilaku pencurian dan pembolosan. Mereka merupakan suatu bahaya bagi masyarakat umum.


Dampak Hambatan Emosi Dan Sosial
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Morse, Cutler dan Fink (Kirik, 1972: 393 dalam Airin, 2010: 14) karakteristik dari 441 anak dengan gangguan emosi adalah sebagai berikut:
1.      Berentang usia antara 5-15 tahun, dengan umur rerata bagi anak laki-laki 9,4 dan perempuan 9,8 tahun.
2.      Terdiri dari 83,2% anak laki-laki dan 16,8% anak perempuan
3.      Para guru menilai mayoritas anak-anak ini terbelakang secara akademis dibandingkan dengan harapan akademis pada usia kronologis mereka
4.      Rentang IQ mereka antara 68-132. Mayoritas dari mereka memliki IQ di atas 100
5.      Lebih dari setengah sampel dikelompokkan pada neurotis, dengan perilaku yang paling mencolok sebagai masalah perilaku yang dominan. Sementara kelompok lainnya masuk ke dalam kelompok ”immature/tidak matang”.
Sementara pada penelitian oleh California State Department of Education (Kirk, 1972:393 dalam Airin 2010: 14)  ditemukan karakteristik dari anak-anak dengan gangguan emosi ini meliputi:
1.      Memiliki prestasi sekolah yang benar-benar berada di bawah rata-rata
2.      Lebih sering dipanggil ke ruang wakil kepala sekolah untuk tindakan pendisplinan
3.      Lebih sering keluar dan meninggalkan sekolah
4.      Lebih sering bolos sekolah
5.      Lebih sering masuk UKS karena sakit, butuh istirahat atau merasa tidak nyaman
6.      Lebih sering berhubungan dengan guru BK
7.      Lebih sering menjadi subjek pekerja sosial khusus kesejahteraan anak
8.      Sebagai subjek yang lebih sering berhubungan dengan polisi
9.      Memungkinkan untuk dijadikan sebagai subjek eksperimen
10.  Lebih sering ditemukan melakukan kekerasan
11.  Lebih sering dirujuk ke klinik bimbingan lokal

Penulis simpulkan bahwa dampak hambatan emosi dan sosial dapat mengakibatkan seseorang tidak dapat diterima di lingkungan tempat tinggalnya dikarenakan memiliki karakteristik yang telah dipaparkan diatas, akan tetapi juga berkaitan dengan keterampilan sosial yang dimiliki anak dengan hambatan emosi dan sosial terhadap interaksi sosial, kerjasama dan juga kegiatan belajar di sekolah sehingga anak dengan hambatan emosi dan sosial tidak dapat berprestasi di sekolahnya.

Kemampuan Sosial dan Emosi
Secara garis besar anak dengan hambatan emosi dan sosial dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang mengalami gangguan emosi. Sehubungan dengan itu, William M.C (1975) mengemukakan kedua klasifikasi tersebut antara lain sebagai berikut:          
1. anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial:
a. The Semi-sosialize child, anak yang termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu. Misalnya: keluarga dan kelompoknya. Keadaan seperti ini datang dari lingkungan yang menganut norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian anak selalu merasakan ada suatu masalah dengan lingkungan di luar kelompoknya.
b. Children arrested at a primitive level of sosialization, anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya, berhenti pada level atau tingkatan yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan kearah sikap sosial yang benar dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perhatian dari orang tua yang mengakibatkan perilaku anak di kelompok ini cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian mereka masih dapat memberikan respon pada perlakuan yang ramah.
c. Children with minimum sosialization capacity, anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau anak tidak pernah mengenal hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak bersikap apatis dan egois.
2. Anak yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
a. neurotic behavior, anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain akan tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Mereka sering dan mudah dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan cemas, marah, agresif dan perasaan bersalah. Disamping juga kadang mereka melakukan tindakan lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti ini biasanya dapat dibantu dengan terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar yang berat.
b.    children with psychotic processes, anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-obatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar