1. Pengertian Anak Tunagrahita
Secara
umum, pengertian anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kecerdasan dibawah
rata-rata normal. Sehingga tidak memungkinkan bagi mereka untuk dapat mengikuti
pelajaran di sekolah umum. Yang dimaksud dengan kecerdasan dibawah rata-rata
normal, yaitu apabila perkembangan umur kecerdasan atau Mental Age (MA) berada
dibawah pertumbuhan usia sebenarnya atau Calender Age (CA).
Ada
beberapa istilah yang dipergunakan, namun intinya mengarah kepada kondisi
intelektual penyandangnya. Anak tunagrahita mengalami keterlambatan apabila
dibandingkan dengan anak normal. Tidak semua anak yang mengalami keterlambatan
disebut anak tunagrahita. Ada 3 faktor yang dapat menentukan apakah seorang
anak itu dikatakan tunagrahita, yaitu :
a. Keterbatasan kecerdasan
intelektual.
b. Mengalami kekurangan dalam
penyesuaian tingkah laku.
c. Terjadi pada usia 0-18
tahun.
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan
oleh American Association Mental Deficiency (AAMD) tahun 1973 yang
dikutip oleh Astati (2001:3) bahwa : "Ketunagrahitaan mengacu kepada
fungsi intelektual yang secara jelas berada di bawah rata-rata/normal disertai
dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan terjadi dalam periode
perkembangan".
Jadi
apabila anak hanya memiliki salah satu atau dua faktor dari pernyataan diatas,
maka anak tersebut tidak termasuk tunagrahita. Tunagrahita bukan suatu
penyakit, melainkan suatu kondisi yang melibatkan berbagai aspek penyakit yang
dapat menyebabkan ketunagrahitaan.
Dari pengertian-pengertian di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa yang dimaksud tunagrahita adalah mereka yang mengalami
perkembangan kecerdasan dan tidak dapat menyesuaikan diri (social emosi)
sedemikian rupa sehingga mereka memerlukan pelayanan bimbingan dan program
pendidikan secara khusus agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal
mungkin.
2. Karakteristik Anak Tunagrahita
Tunagrahita
merupakan suatu kondisi dimana perkembangan kecerdasan anak mengalami hambatan
sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Karakteristik menurut
Moh. Amin (1995:35) adalah :
Intelegensi merupakan fungsi yang komplek sebagai
kemampuan untuk mempelajari informasi, penyesuaian diri dengan masalah dan
situasi kehidupan yang baru, berfikir abstrak, kreatif dan sebagainya. Hal ini
tidak dimiliki anak tunagrahita karena kapasitas tersebut sangat terbatas,
terutama yang bersifat abstrak seperti berhitung.
a. Keterbatasan Sosial
Anak tunagrahita memiliki
kesulitan mengurus diri sendiri, cenderung berteman dengan yang lebih muda,
tidak mampu memikul tanggungjawab sosial, hampir selalu dibimbing dan diawasi,
selalu diawasi sewaktu bermain dengan anak-anak lain, tidak dapat bersaing
dengan teman sebaya, bahkan sampai dewasa pun kepentingan ekonominya sangat
tergantung pada bantuan orang lain. Tanpa bimbingan dan pengawasan,
dikhawatirkan mereka akan terjerumus ke hal-hal yang negatif.
b. Keterbatasan Fungsi Mental Lainnya
Anak tunagrahita memiliki
keterbatasan dalam penguasaan bahasa yang disebabkan oleh pusat pengolahan kata
yang kurang befungsi. Mereka mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian,
menghindari hal-hal yang membutuhkan pemikiran, serta muda lupa.
c. Dorongan dan Emosi
Anak tunagrahita tidak
mempunyai dorongan untuk mempertahankan diri. Selain itu, kehidupan emosinya
lemah, dan penghayatannya terbatas.
d. Organisme
Pada anak tunagrahita, baik
struktur maupun fungsi organismenya kurang daripada anak normal. Seperti kurang
mampu membedakan persamaan dan perbedaan, kurang rentan terhadap perasaan
sakit, bau yang tidak enak, dan makanan yang tidak enak. Selain itu, badan
relatif kecil, tenaganya kurang, cepat lelah, dan kurang mempunyai daya tahan.
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak tunagrahita ternyata sangat
bervariasi. Maka dari itulah sangat penting untuk diketahui oleh para orangtua
maupun para pendidik agar dapat memberikan layanan pendidikan dan kebutuhan
yang tepat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
3. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Pada
dasarnya anak tunagrahita itu dapat dikelompokkan berdasarkan pada taraf
intelegensinya, terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang dan berat.
Kemampuan anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan
skala Weschler (WISC). Adapun pengklasifikasian anak tunagrahita berdasarkan
derajat dan keterbelakanganya menurut (sumber : Blake, 1976) alih bahasa
Sutjihati (2006:108) adalah :
Tabel 1
KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
Level Keterbelakangan
|
IQ
|
|
|
Stanford Binet
|
Skala Weschler
|
Ringan
|
68-52
|
69-55
|
Sedang
|
51 -36
|
54-40
|
Berat
|
35-19
|
39-25
|
Sangat berat
|
>19
|
>24
|
Dengan
demikian, klasifikasi tunagrahita dapat dikelompokan sebagai berikut :
a. Tunagrahita Ringan
pada umumnya, anak tunagrahita
ringan masih bisa belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana. Mereka dapat dididik menjadi
tenaga kerja semi skilled, seperti laundry, pertanian, dan sebagainya. Tetapi
dalam segi sosial, anak tunagrahita ringan tidak dapat melakukan penyesuaian
secara independen. Contohnya mereka akan membelanjakan uangnya dengan lugu,
tidak dapat merencanakan masa depan, tidak dapat bergaul dengan lingkungan yang
lebih luas, serta tidak dapat mandiri dalam masyarakat. Namun, pada umumnya
keadaan fisik anak tunagrahita ringan hampir sama dengan anak normal.
b. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang dapat
mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Dapat dididik mengurus
dan melindungi diri dari bahaya. Mereka sangat sulit belajar secara akademik
seperti membaca, menulis dan berhitung. Akan tetapi, masih bisa dididik untuk
mengurus diri sendiri seperti mandi, berpakaian dan sebagainya. Selain itu,
mereka masih dapat bekerja di tempat kerja yang terlindung.
c. Tunagrahita Berat
Kelompok ini dapat dibedakan
lagi antara anak tunagrahita berat yang mempunyai IQ 32-20 dan Anak tunagrahita
sangat berat yang mempunyai IQ dibawah 19, semuanya berdasarkan skala Binet.
Berdasarkan kutipan di atas penulis
menyimpulkan bahwa klasifikasi anak tunagrahita terdidri dari anak tunagrahita
ringan, sedang, berat dan sangat berat. Pengelompokan ini untuk mempermudah
dalam membenkan pelayanan yang disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan anak.
4. Permasalahan Anak
Tunagrahita
Permasalahan yang dihadapi
anak tunagrahita berbeda-beda, hal tersebut muncul karena perbedaan
karakteristik dan perbedaan tingkat ketunagrahitaannya. Berikut ini pendapat
Astati (2001:10-12) mengenai permasalahan yang dihadapi anak tunagrahita :
a. Permasalahan Anak
Tunagrahita Ringan
1) Masalah penyesuaian diri
Anak tunagrahita ringan
mengalami kesulitan dalam mengartikan norma-norma lingkungan sehingga mereka
tidak dapat melakukan fungsinya sebagai anggota masyarakat. Akhirnya tidak
jarang dari mereka diisolasi dan dianggap hanya menjadi beban orang lain.
2) Masalah pemeliharaan diri
Anak tunagrahita ringan
mengalami kesulitan dalam membina dirinya. Misalnya dalam mengadakan orientasi,
pemeliharaan dan penggunaan fasilitas di lingkungannya serta bagaimana
kepantasan penampilannya.
3) Masalah kesulitan belajar
Kesulitan belajar umumnya
tapak dalam bidang pelajaran yang sifatnya akademis dan mengandung hal-hal yang
sifatnya abstrak. Sedangkan dalam bidang pelajaran non akademis, merelka tidak
begitu mengalami kesulitan.
4) Masalah pekerjaan
Kenyataan menunjukan banyak
populasi penyandang tunagrahita ringan paska sekolah yang tidak memperoleh
kesempatan kerja kerena dinilai kemampuan kerja mereka sangat rendah. Hal ini
diperkirakan penyebabnya antara lain kurangnya kesesuaian antara keterampilan
yang dimiliki dan perilaku vokasional (daya tahan,minat, kegembiraan,
komunikasi, penampilan dan lain-lain). Dengan tuntutan lapangan pekerjaan.
Sementara itu, masyarakat menganggap bahwa penyandang tunagrahita harus mampu
berkompetisi dengan orang normal karena melihat usia maupun keadaan fisiknya
(keadaan fisik anak penyandang tunagrahita ringan tidak beda dengan orang
normal). Bila hal ini tidak ditanggulangi dan dicarikan jalan keluar, maka
penyandang tunagrahita cenderung menggantungkan diri pada orang lain.
b. Permasalahan Tunagrahita
Sedang
1) Masalah dalam pemeliharaan
diri
Masalah yang dihadapi
penyandang tunagrahita sedang dalam mengurus diri misalnya bagaimana cara
makan, minum, berpakaian, menjaga kebersihan diri, keselamatan, dan lain-lain.
Karena itu sangat membutuhkan latihan-latihan yang rutin praktis dan bertahap.
2) Masalah penyesuaian diri
Masalah yang dihadapi
penyandang tunagrahita sedang dalam penyesuaian diri ini adalah tidak dapat
menyesuaikan diri dengan orang di sekitar. Oleh sebab itu, mereka sebaiknya
dibiasakan untuk bergaul dengan orang lain di luar anggota keluaganya, dan
mengadakan orientasi lingkungan.
3) Masalah kesulitan belajar dan mendapatkan pekerjaan
Berhubung kecerdasan yang dimiliki penyandang tunagrahita sedang sangat
terbatas, tentu akan mengakibatkan adanya kesulitan dalam belajar. Namun dengan
latihan yang rutin dalam hal-hal yang sifatnya non akademik dan sederhana ,
mereka masih dapat dilatih dan melakukannya dengan baik.
c. Permasalahan tunagrahita
berat dan sangat berat.
Anak tunagrahita berat dan
sangat berat sepanjang hidupnya akan bergantung pada pertolongan dan bantuan
orang lain. Mereka tidak mampu memelihara dirinya sendiri (makan, berpakaian,
ke WC dan sebagainya) karenanya harus dibantu.
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dihadapi anak
tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dan tingkat
ketunagrahitaannya. Anak tunagrahita ringan permasalahan yang dihadapinya
adalah penyesuaian diri, pemeliharaan diri, masalah kesulitan belajar, dan
masalah pekerjaan. Anak tunagrahita sedang permasalahan yang dihadapi adalah
masalah penyesuaian diri, pemeliharaan diri, masalah kesulitan belajar, dan
mendapatkan pekerjaan. Sedangkan masalah yang dihadapi anak tunagrahita berat
dan sangat berat sepanjang hidupnya memerlukan pertolongan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar